DPRD Minta Pemkot Siapkan Solusi Jangka Panjang Hadapi Penutupan Sistem Open Dumping di TPA Jatibarang

SEMARANG (Kilnas.com) – Pemerintah pusat berencana menutup secara bertahap seluruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang masih menggunakan sistem open dumping mulai tahun 2025. Menyikapi hal ini, DPRD Kota Semarang mendesak Pemerintah Kota untuk segera menyiapkan langkah strategis terhadap TPA Jatibarang yang masih menerapkan sistem tersebut.

Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Suharsono, menyampaikan kekhawatirannya jika Pemkot tidak segera beradaptasi dengan kebijakan nasional tersebut. Ia menilai pengelolaan sampah di Kota Semarang hingga kini masih jauh dari kata optimal.

“TPA Jatibarang masih memakai metode open dumping, padahal Kementerian Lingkungan Hidup sudah menginstruksikan penutupan bertahap. Kita harus mulai beralih ke sistem yang lebih ramah lingkungan, seperti sanitary landfill atau bahkan pemrosesan tertutup,” ujar Suharsono, Selasa (15/4/2025).

Semarang Masuk Proyek Strategis Nasional PSEL

Suharsono menambahkan, Kota Semarang termasuk dalam 12 kota yang ditunjuk pemerintah pusat untuk menjalankan proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam menangani permasalahan sampah di kota.

“Pendanaan memang sebagian dari pusat, tapi ada tanggung jawab daerah, termasuk pembiayaan operasional tahunan dari APBD. Ini memerlukan perencanaan matang dan dukungan regulasi, maka kami mulai membahas kesiapan perda-nya di dewan,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya menyesuaikan kemampuan fiskal daerah agar kerja sama jangka panjang dalam pengelolaan PSEL dapat berjalan berkelanjutan.

Belajar dari Kegagalan Proyek Sebelumnya

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa proyek pengelolaan sampah berbasis teknologi di Semarang kerap gagal bertahan. Suharsono mencontohkan kerja sama sebelumnya dengan pihak ketiga maupun bantuan dari luar negeri yang kandas karena lemahnya sistem pengelolaan.

“Dulu pernah ada proyek dengan insinerator bantuan Denmark senilai Rp30 miliar. Baru setahun beroperasi, mesinnya rusak. Ini karena SOP pengelolaannya tidak berjalan dengan benar,” ungkapnya.

Edukasi dan Pengurangan dari Hulu

Lebih lanjut, Suharsono menekankan bahwa pengelolaan sampah tidak cukup hanya dengan teknologi. Perlu upaya pengurangan sampah dari sumbernya, salah satunya dengan memperkuat peran bank sampah di tingkat RT dan RW.

“Masyarakat harus dilibatkan sejak awal, mulai dari edukasi, pemilahan, hingga pemrosesan. Tanpa dukungan masyarakat, sistem canggih pun tidak akan efektif,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini