SEMARANG (Kilnas.com) – Tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan atau Universal Health Coverage (UHC) di Jawa Tengah per 31 Mei 2025 tercatat sudah mencapai 98,68 persen. Meski demikian, persoalan keaktifan peserta masih perlu mendapat perhatian serius.
Deputi Direksi Wilayah VI BPJS Kesehatan, Yessi Kumalasari, mengungkapkan, keaktifan peserta di Jawa Tengah baru berada di kisaran 74–75 persen per Agustus lalu. “Target kami di akhir tahun minimal bisa tembus 80 persen,” ujarnya usai audiensi dengan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi di Semarang, Rabu (3/9/2025).
Dalam pertemuan itu, dibahas tiga komponen penting dalam sistem kesehatan nasional, yakni kepesertaan, penerimaan, serta pelayanan kesehatan. Menurut Yessi, dukungan dari pemerintah daerah dan dunia usaha sudah terlihat, khususnya dalam mendorong kepesertaan sektor informal.

Untuk aspek penerimaan, ia menyebut anggaran dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota relatif sudah mencukupi, tinggal memastikan kelancaran pembayaran secara rutin. Adapun untuk pelayanan kesehatan, fasilitas tingkat pertama maupun rujukan sudah tersedia di berbagai wilayah, dan penambahannya akan disesuaikan dengan kebutuhan peserta aktif di tiap daerah.
“Tadi juga ada arahan dari Pak Gubernur agar sosialisasi dilakukan secara masif, tidak hanya di level provinsi, tetapi juga sampai kabupaten/kota. Harapannya, masyarakat mampu bisa sadar diri mendaftar sekaligus membayar iuran tepat waktu,” jelas Yessi.
Gubernur Ahmad Luthfi menegaskan, layanan BPJS Kesehatan sangat membantu masyarakat, khususnya warga kurang mampu, dalam memperoleh akses kesehatan yang layak. Ia meminta agar pekerja informal maupun masyarakat miskin tetap menjadi prioritas. “Jangan sampai mereka tidak terlindungi. Kita harus aktif jemput bola,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar, menambahkan, pemetaan data antara BPJS Kesehatan dengan dinas terkait di provinsi maupun kabupaten/kota terus dilakukan. Tujuannya agar seluruh warga Jateng tidak terlepas dari jaminan kesehatan.
Yunita menjelaskan, peserta BPJS terbagi menjadi dua, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah, serta non-PBI yang bersifat mandiri maupun melalui perusahaan. “Untuk PBI, keaktifannya lebih terjamin karena didukung anggaran pemerintah. Sementara, untuk non-PBI, terutama perorangan, masih perlu ditingkatkan, sebab banyak yang sudah terdaftar tetapi lalai membayar iuran,” terangnya.




































