Gowes Pagi Wali Kota Agustina, Menyusuri Sejarah, Menyulam Harapan untuk Kota Lama

Semarang (Kilnas.com) – Udara masih lembut dengan hembusan angin yang menyusuri Sungai Semarang. Di antara riuh deru sepeda, tampak Wali Kota Semarang, Agustina, mengayuh pedal bersama jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Rute yang mereka tempuh bukan sekadar jalur gowes, melainkan perjalanan menelusuri denyut sejarah dan wajah kota yang terus berbenah.

Dari Klenteng Tay Kak Sie yang penuh simbol kerukunan, rombongan mengayuh sepeda melewati jalan inspeksi di tepi sungai. Mata Agustina tak hanya menatap jalan di depannya, tetapi juga menimbang rencana yang ingin diwujudkan: pembangunan jembatan baru, yang kelak akan menghubungkan akses warga sekaligus mempercantik kawasan heritage ini.

“Kita tadi mulai dari Klenteng Tay Kak Sie, lalu menyusuri jalan inspeksi. Di sana kita rencanakan pembangunan jembatan. Kemudian penataan juga akan dilakukan di Jalan Arief Rahman Hakim, Pasar Johar, dan Jalan Sugiono,” ujarnya sambil berhenti sejenak, menyapa warga yang ikut menyaksikan rombongan.

Tak jauh dari sana, roda sepeda terus membawa langkah ke arah Kota Lama. Kawasan bersejarah yang dulu dikenal sebagai Little Netherlands itu kini kembali menggeliat. Bangunan tua berdiri megah, saksi bisu perjalanan panjang Semarang. Namun, Agustina tahu, untuk membuatnya kembali indah dan nyaman, butuh perhatian ekstra.

“Saya ingin Kota Lama ini jadi rapi dan bersih kembali. Karena wisatawan sudah mulai datang, jadi kita harus sama-sama menjaga,” pesannya, lembut namun tegas.

Di sela perjalanan, matanya menyoroti persoalan yang kerap menjadi wajah kusut kota: parkir liar dan pedagang kaki lima yang tak tertata. Agustina menegaskan, Kota Lama tidak boleh kehilangan pesonanya hanya karena tata kelola yang kurang disiplin.
“Parkir juga harus ditata, tidak boleh berjubel. Beberapa kawasan tidak diperbolehkan untuk parkir. Harus dikembalikan seperti semula. Pedagang juga tetap harus rapi dan menjaga keindahan,” tambahnya.

Gowes pagi itu seolah menjadi simbol: mengayuh bersama menuju Semarang yang lebih tertata. Bukan hanya tentang infrastruktur atau bangunan megah, tetapi juga soal merawat warisan sejarah dan menciptakan ruang kota yang ramah bagi warga maupun wisatawan.

Di balik senyum warga yang melambaikan tangan dan kamera wisatawan yang mengabadikan momen, ada harapan yang dipintal Agustina: agar Semarang bukan sekadar kota yang ditinggali, tetapi juga dicintai. Ia mengajak semua orang untuk ikut serta, menjaga fasilitas umum, menata kebersihan, dan merawat setiap sudut yang menjadi wajah kota.

Dan di atas sadel sepedanya, Agustina mengayuh bukan hanya jarak, tetapi juga mimpi—tentang Semarang yang semakin elok, tertata, dan penuh daya pikat bagi siapa saja yang datang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini